Hari itu karena ujiannya benar-benar praktek dan kapasitas laboratorium tidak mencukupi jumlah mahasiswa di kelas A, dengan terpaksa aku dipindahkan ke kelas B. Cuma beda jam ujian aja sih, gantian. Karena jarang bareng, aku tidak hafal benar siapa teman-teman yang di kelas B.
Ada seorang kawan yang aku yakin dia anak kelas B, jadi kemanapun dia bergerak, kuperhatikan sebagai patokan. Karena masih sibuk belajar, aku tak menyadari kalau semua anak kelas B sudah masuk ke laboratorium kecuali kawan yang kuperhatikan tadi. Haduh! Mana dosennya ‘killer’.
Agak takut aku beranikan diri masuk ke laboratorium, ujian mikrobiologi sudah dimulai. Dosen yang kutemui sudah pasang tampang seperti Profesor Snape dan tamatlah riwayatku karena ia tidak mengizinkan aku ikut ujian. Di depan kelas ia memarahiku. Malu, kesal, pengen nangis. Padahal matakuliah ini termasuk yang aku suka dan tahun depan aku ingin sekali daftar jadi asisten praktikum. Begitu ujian akhir dan nilai diumumkan, terpampang jelas nilai D di samping namaku dengan nilai praktikum NOL.
Rasanya menyakitkan sekaligus memalukan. Ini pertama kalinya aku terusir dengan tidak hormat dari ruang ujian, pertama kalinya dapat nilai NOL, dan pertama kalinya dapat nilai D. Mau tidak mau harus mengulang tahun depan. Untuk mengulang pun bukan urusan mudah karena aku harus membuat surat permohonan kepada dosen koordinator, dan dialah ibu yang dengan tegas tidak mengizinkan aku mengikuti ujian praktikum saat itu.
Aku mengulang praktikum bareng dengan adik-adik tingkat. Semua materi yang masih kuingat dengan baik membuatku menjalani praktikum dengan lancar. Kuis, ujian, laporan, bukan sesuatu yang membebani lagi.
Dalam hati aku ingin membuat pembuktian kalau kejadian saat itu hanyalah kecelakaan dan bukan berarti tak pernah ada kesempatan kedua. Karena di kesempatan inilah justru nilai ujian praktekku yang terbaik dan aku bisa dapat nilai A walaupun keinginan untuk jadi asisten praktikum mikrobiologi harus terlewatkan.
Saat kita jatuh di kesempatan pertama, walaupun terasa menyakitkan atau memalukan, jangan pernah membuat kita berhenti untuk berusaha. Adakalanya Allah membuat kita terjatuh terlebih dulu untuk membuat kita mengerti betapa berharganya kesempatan itu. Dan saat datang kesempatan kedua, itu adalah bonus dariNya. Saat itu, kita sudah lebih siap, lebih kuat, dan dengan sadar akan lebih berhati-hati untuk tidak menyia-nyiakannya.
0 comments:
Posting Komentar