Jilbab adalah sebuah hidayah dalam hidupku. Mengapa? Karena tanpa hidayah, meskipun aku mampu, belum tentu aku dapat melaksanakannya. Awalnya aku berjilbab hanya pada saat-saat tertentu saja, terutama saat mengikuti kegiatan-kegiatan ke-Islam-an di sekolah atau di lingkungan rumah.
Ketika awal aku masuk SMA, aku masih belum berjilbab. Saat itu aku merasa masih belum pantas dan masih ragu. Tapi ada sedikit keinginan dalam hatiku. Pernah suatu hari Pakdheku bertanya, “Nduk, kok nggak pakai jilbab sekalian saja kenapa?”
Tersipu aku jawab, “Belum siap, Pakdhe.” Tapi pertanyaan Pakdhe itu justru mengusik hatiku. Apa sebenarnya ketidaksiapanku. Akhirnya, saat aku membuat seragam baru, aku membuat dua seragam. Seragam pendek biasa dan seragam panjang.
Where there is a will, there is a way. Pepatah lama itu memang ada benarnya. Niat yang masih sebiji jagung di dalam hati menemukan jalannya sendiri. Sungguh Allah Mahabesar, Mahakuasa atas makhluknya.
Entah kenapa teman-teman yang dekat denganku saat aku SMA rata-rata mengenakan jilbab. Beberapa teman di kelas, beberapa teman di kepengurusan OSIS, membuatku semakin perhatian terhadap jilbab. Interaksiku dengan teman-teman berjilbab membuatku mengerti bahwa untuk mengenakan jilbab tak perlu menunggu untuk menjadi seseorang yang sempurna terlebih dahulu.
Di SMA 1 Rembang tempatku bersekolah, setiap Ramadhan diadakan kegiatan Pesantren Kilat. Wajib untuk kami anak-anak kelas satu. Dan sekali lagi, inilah jalan yang diberikan Allah untuk memantapkan hatiku. Kajian-kajian dalam Pesantren Kilat memberikan bekal padaku tentang berjilbab bagi muslimah. Setiap hari dalam satu minggu dalam hampir 24 jam di kegiatan tersebut, kami para peserta wajib mengenakan jilbab. Ternyata nyaman dan tidak sulit mengenakan jilbab.
Tapi saat itu aku masih juga belum berketetapan akan mengenakan jilbab selamanya. Hanya saja, setiap kali keluar rumah, aku berlatih membiasakan diri mengenakan jilbab. Termasuk saat masuk les komputer di sekolah ketika kegiatan Pesantren Kilat berakhir. Aku masih malu-malu saat itu. Setiap kali bertemu saudara atau teman, aku jelaskan ini karena sedang bulan Ramadhan.
Suatu hari, masih di Ramadhan itu, aku pergi ke sekolah untuk les komputer seperti biasa. Selesai les, aku tidak langsung pulang tapi duduk-duduk dahulu di beranda Ruang Komputer. Berteduh dari cuaca yang agak panas siang itu. Seseorang berjalan dari koridor sekolah menghampiri. Ternyata Ibu Wiwik, Guru Fisika kami. Kebetulan aku akrab dengannya karena beliau kawan sekolah kakak sepupuku dan sudah cukup lama kami saling mengenal.
Begitu melihatku ia langsung memeluk dan menyalamiku seraya berkata, “Wah … Selamat ya Dhan, sekarang sudah berjilbab.” Aku melongo.
Mau menyangkal kenyataannya aku memang sedang mengenakan jilbab. Mau mengiyakan, aku kan masih belum siap betul mengenakan jilbab. Akhirnya aku hanya senyum-senyum saja.
Entah kenapa kejadian demi kejadian di Ramadhan itu menuntunku pada sebuah keyakinan. Keyakinan untuk menutup auratku dengan sempurna. Pertanyaan Pakdheku, teman-teman pergaulanku yang kebanyakan juga berjilbab, kajian di Pesantren Kilat, dan ucapan selamat dari Bu Wiwik. Terutama yang terakhir, meninggalkan kesan yang dalam di hatiku.
Seusai libur lebaran, aku datang ke sekolah dengan malu-malu. Masuk ke dalam kelas dengan canggung. Merasa deg-degan bila mendapatkan sambutan yang kurang menyenangkan. Tapi alhamdulillah hari itu kulalui dengan lancar. Beberapa teman di kelas ada yang menggoda, “Cie … penampilan baru.” Tapi lebih banyak yang memberikan dukungan kepadaku. Aku bersyukur hari pertamaku mengenakan jilbab ke sekolah berjalan menyenangkan.
Ya, pada akhirnya aku memutuskan untuk berjilbab. Aku sampaikan kepada Bapak dan Ibu. Bapak bilang kalau sudah berjilbab tak boleh lepas pakai sesukanya. Aku berusaha istiqomah dengan dukungannya. Tak mudah bagiku mengambil keputusan ini. Karena dalam keluarga besarnya, belum ada yang berjilbab sebelumku. Kadang ada saudara yang menggoda, ada juga yang menakuti nanti susah cari kerja atau susah dapat jodoh. Tapi Insyaallah kali ini aku sudah yakin pada keputusanku.
Meskipun aku belum menjadi orang yang baik, dan aku pun tak akan pernah jadi sempurna, tetapi jilbab ini membuatku selalu termotivasi untuk memperbaiki diri dan menjaga diri dari keburukan. Dan entah mengapa sejak saat aku mengenakan jilbab, semakin mudah bagiku menemukan jalan-jalan kebaikan. Subhanallah. Innallaha ma’ana.
Yang lebih membahagiakan lagi, kemudian ibuku juga mengenakan jilbab. Adikku juga menyusul selepas ia SMA. Kini bulekku, budheku, banyak diantara saudaraku yang juga mengenakan jilbab. Semakin membuatku berbahagia.
Bagiku, bisa mengenakan jilbab adalah hal yang istimewa dalam hidupku. Karena itu, Insyaallah kan kugenggam hidayah ini erat-erat selamanya. Aku bersyukur pada Allah, berterimakasih pada teman-teman yang menginspirasiku, juga Bu Wiwik yang menjadi penutup keraguanku. Kini Bu Wiwik telah tiada. Meninggal dalam kecelakaan. Semoga apa yang kulakukan bisa mengalirkan pahala baginya. Karena jilbab ini berawal dari ucapan selamat darinya.
*) Diikutsertakan dalam Lomba The Amazing Hidayah
0 comments:
Posting Komentar